Cavik. Welly Oematan, S.Th. & MJ Rayon 5 |
Allah Peduli
Dengan Membuka Mata Rohani Orang Yang Percaya Kepada-Nya
“Tetapi sesungguhnya
penyakit kitalah yang ditanggung-Nya dan kesengsaraan kitalah yang dipikul-Nya,
padahal kita mengira Dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah….itukah sebuah
pengorbanan??? Itukah yang namanya penebusan diri??? Karena Kasih Allah yang
amat besar Dia mau memikul derita manusia. Untuk kesalahan kita Ia memberi
diri-Nya. Untuk sakit kita Ia memikul dan menanggungnya. Bersama
penderitaan-Nya dan luka-luka-Nya……derita, sakit dan luka kia disembuhkan-Nya” (Panggilan
Beribadah; Liturgi Minggu Sengsara V Klasis Kota Kupang Rayon IV).
Kebaktian Utama Minggu sekaligus merarayakan Minggu
Sengsara V di Jemaat Gunung Sinai Nakolan (30 Maret 2014) dipimpin oleh Cavik.
Welly Oematan, S.Th. Minggu Sengsara V mengambil tema: “Allah Peduli” dan sub
tema: “Allah Peduli Dengan Membuka Mata Rohani Orang Yang Percaya Kepada-Nya”.
Nats Pembimbing dan Firman Tuhan terambil dari 1 Petrus2:24, dan pembacaan FirmanTuhan dari Yohanes 9:1-41; “Orang yang buta sejaklahir”.
Mendukung tema dan sub tema dimaksud, Liturgi Minggu
Sengsara V yang dirancang oleh Majelis Klasis Kota Kupan Rayon IV mencantumkan
sesi percakapan/dialog pada tahapan Pengakuan Dosa. Percakapan tersebut
menggambarkan tentang 2 orang yang Buta
Mata Rohani-nya sehingga tidak percaya dengan Allah dan yang Terbuka Mata Rohani-nya yang tetap
percaya kepada pertolongan Tuhan.
Berikut ini adalah cuplikan dialog yang diperagakan oleh kaum
perempuan dari Jemaat Rayon 5 Jemaat Gunung Sinai Naikolan:
“Susi, beta son
percaya Tuhan lai. Beta ragu dengan kuasa Tuhan. Bayangkan sa, beta pung anak
ni su umur 3 tahun blom bisa jalan. Segala macam cara kitong su buat…tapi begitu
sa…tau kutuk ko dosa apa yang talalu ni…”
Ibu Lusi:
“Na ko beta ju
skarang ni pergumulan berat. Beta pung anak sulung ni su satu minggu darah
kaluar dari idong. Su pi di prodia ko periksa lengkap ma hasil bersih. Tau lai
mangkali su kena suanggi. Kita pange tim doa na bilang ini dosa nenek moyang.
Na nenek moyang dong su mati. Tau kitong mau buat karmana.”
Ibu Mira:
“Beta rasa kitong
pung pergumulan hidup ni tidak ada yang tidak dalam penglihatan Tuhan. Sakit
karmanapun tergantung kitong pung iman pada Tuhan tentu berusaha untuk berobat
ju.”
Ibu Reni:
“Awiii…susi ee…, jang
datang khotbah te beta su bosan. Apalai omong nama Tuhan Yesus beta son suka.
Beta pung pergumulan talalu berat. Mungkin beta pung anak ni seumur hidup son
bisa jalan. Apalai kalo kitong dengar orang su divonis son akan sembuh dan
tunggu mati…. Awii…beta rasa Tuhan Yesus ni son adil. Kasi kitong beban hidup
talalu berat. Dosa apa ee yang talalu besar ko hukuman yang kitong pikul begini
berat?”
Ibu Mira:
“Jangan pikir pendek
dengan hidup yang penuh cobaan! Inga skarang ni Minggu Sengsara Tuhan Yesus.
Dia pung menderita sakit talalu amat banyak. Firman Tuhan bilang itu sakit kita
yang ditanggung-Nya”
Ibu Lusi:
“Hhmmm….lu mangkali sum
au jadi pendeta. Datang nasihat kitong ko renungkan hidup dengan sadar diri ko?
Sadar bahwa kita ju orang berdosa dan terbatas ko? Awiii…beta son bisa terima
ini kenyataan….!”
Di
akhir ibadat, pelayan berkata: “Ketika
kita mengalami saat-saat yang gelap dalam hidup ini…harapan adalah hal utama
yang kita cari. Dan harapan itu hanya kita peroleh di dalam Yesus yang telah
menang atas kegelapan. Firman Tuhan hari ini menjadi dasar hidup kita untuk
tidak bimbang dan ragu berjalan bersama Yesus sekalipun penderitaan tidak
pernah berakhir dan sakit penyakit yang tidak pernah sembuh. Dan kita aminkan
bahwa penderitaan dapat menjadi kesempatan untuk Allah berbicara kepada kita.
Kita akan bertumbuh dan berhikmat jika kita pegang janji Tuhan dan hidup dari
janji-janji itu………” (Pengutusan; Liturgi Minggu Sengsara V Klasis Kota
Kupang Rayon IV).