Lia Edon memuji Tuhan pada KUM JGSN |
Kebaktian Utama Minggu dan Kebaktian Minggu Sengsara IV (8 Maret 2015) di
Jemaat Gunung Sinai Naikolan dipimpin oleh Pdt. Ch. S. V. Lada-Messakh,
S.Si.Teol. dengan menggunakan Tata Ibadah Khusus Minggu Sengsara IV yang
disusun oleh Majelis Klasis Kota Kupang-Rayon IV. Pembacaan Firman Tuhan
terambil dari Mazmur 13 dengan judul “Doa Kepercayaan”. Tema perayaan Minggu
Sengsara IV adalah: “Belajar Pada Yesus Yang Rela Berkorban Untuk Menyelamatkan
Umat-Nya.”
Majelis rayon yang bertugas pada kebaktian Minggu Sengsara III
adalah Majelis Rayon 1 JGSN.
Puji-pujian liturgy terambil dari:
- NKB 3:1 & 2 “TERPUJILAH ALLAH” (Panggilan Beribadah),
- KJ 166:1, 2 & 3 “TERSALIB DAN SENGSARA” (Introitus: Nats Pembimbing),
- KJ 157:1 “INSAN, TANGISI DOSAMU” (Pengakuan Dosa),
- KJ 36:1 & 4 “DIHAPUSKAN DOSAKU” (Berita Anugerah),
- KJ 376:1 & 4 “IKUT DIKAU SAJA, TUHAN” (Ajakan Untuk Ikut Yesus di Jalan Sengsara),
- Ragam KJ 53 “TUHAN ALLAH T’LAH BERFIRMAN” (Pemberitaan Firman),
- KJ 374:1 “’KU BERSANDAR PADANYA” (Pengakuan Iman),
- NKB 133:1-3 “SYUKUR PADAMU, YA ALLAH” & NKB 199:1 “SUDAHKAH YANG TERBAIK ‘KU BERIKAN” (Persembahan), dan
- KJ 174a:1 & 2 “’KU HERAN JURUSELAMATKU” (Pengutusan).
Belajar Pada Yesus
Yang Rela Berkorban Untuk Menyelamatkan Umat-Nya.
Seorang hamba Tuhan
pernah berpesan agar jangan pernah mengandalkan perasaan karena perasaan
berubah-ubah sesuai situasi. Sebaliknya, kita harus berpegang teguh dalam iman
kepada fakta bahwa Tuhan penuh kasih dan setia. Namun tidak dapat disangkal
bahwa perasaan seringkali begitu mendominasi sebagian anak Tuhan sehingga
fakta-fakta iman menjadi kabur bahkan menghilang.
Itulah yang dialami
oleh pemazmur. Perasaan kuat yang mendominasi dirinya adalah Tuhan melupakan
dan mengabaikan dirinya sama sekali. Sampai empat kali ia berseru kepada Tuhan:
“Berapa lama lagi….?” (ay 2-3). Tuhan seakan membisu, tidak peduli dan masa
bodoh kepadanya. Perasaan-perasaan yang bukan sesaat atau sementara, tetapi
yang terus menerus dirasakannya secara manusiawi membawanya pada depresi dan
bahaya kehilangan iman. Kata “goyah” yang dipakai di ayat 5 kurang kuat untuk
menggambarkan goncangan bagaikan gempa bumi, banjir bandang, atau tsunami yang
membongkar-hancurkan segala sesuatu sampai ke dasarnya. Perasaan tertekan itu
makin kuat ditambah cemoohan para musuh dan sorak-sorai para lawan yang melihat
si pemazmur tanpa daya dan sedikit lagi hancur (ay 3b, 5).
Tapi justru dalam
kegoncangan dahsyat seperti itu, iman pemazmur bangkit. Bukankah seruan “putus
asa” yang ditujukan kepada Tuhan merupakan tanda iman yang pantang menyerah
apalagi mati (ay 4)? Kepastian iman bukan lahir dari kekuatan mental ataupun
berpikir positif, melainkan anugerah dari Tuhan sendiri yang kasih setia-Nya
tidak pernah berakhir dalam menjawab umat-Nya (ay 6).
Saat putus asa
melanda hidup saudara karena merasa Tuhan tidak kunjung menjawab, saat itulah
saudara perlu berseru seperti pemazmur. Ingat segala kebaikan Tuhan pada masa
lampau. Tolaklah segala hasutan iblis bahwa Tuhan sudah melupakan saudara.
Lawanlah godaan untuk berpaling pada alternatif lain. Yakinlah bahwa Tuhan akan
membuat saudara bersorak karena melalui Yesus Kristus Anak Tunggal Bapa yang
rela berkorban bagi keselamatan umat-Nya. Penyelamatan-Nya berlanjut dan
dialami semua orang yang taat, teguh beriman kepada-Nya.
“Selamat merayakan Masa Raya Pra-Paskah (Minggu Sengsara III)!”
Trimakasi JGSN. karyamu menjadi berkat besar buat suku2 di Pedalaman Papua
BalasHapusTerima kasih. Tuhan Yesus berkati!
HapusTrima Kasih Yesus Kristus Atas Pengorbananmu
BalasHapusAmin
BalasHapus